Life
must go on… tapi kenapa masih banyak seonggok
daging bercampur darah itu melakukan sesuatu yang tidak menghasilkan
apapun? Banyak pula dari mereka yang mengatakan “Semuanya, segala sesuatunya
bias terjadi tiba-tiba. Tak ada yang tahu...” apakah masih kurang himbauan
seperti itu? Atau… mereka tidak bias mencerna makna yang terkandung pada
susunan kata-kata itu?
Selalu
ada perpisahan setiap terjadi pertemuan. Kita tidak bias mengelak dari hukum alam itu, kawan. Begitu pula yang
kurasakan beberapa saat yang lalu. Menyesal, merasa kehilangan, dan sebagainya
pada orang yang telah mendahului. Sangat merasakan kehilangan saat yang
diharapkan tidak mungkin bersentuhan secara fisik lagi. Beberapa kebiasaan
sehari-hari yang dilakukan bersamanya kini hanya tersimpan manis dimemori otak
ini. Bukankah seharusnya kita berbahagia bahwa Tuhan saying padanya? Tapi
kenapa harus diiringi air mata atas rasa saying Tuhan itu? Sungguh… bukan
perkara yang mudah untuk membedakannya.
Tatanan
ruang tidurku sama seperti biasanya, dengan tempat tidur yang mengarah ke
Selatan, sebuah meja dan kursi dipojok kanan ruangan serta sebuah lemari tua
disebelah kanan tempat tidur. Ku pandangi diriku dicermin, dan… melihat
sepasang bola mata memerah dan hidung yang tiada hentinya berusaha menormalkan
pernapasan. Kurasakan badanku seperti terikat balok yang sangat besar
dipunggung, keras dan tidak dapat bergerak dengan nyaman. Kubantingkan tubuh
ini dikasur nan empuk dan dalam sekejap kuterlelap didalamnya.
“Kak… bangun kak”
Terdengar suara halus seorang perempuan dibalik pintu kamarku.
“Iya” Jawabku singkat
dan seketika tak terdengar lagi suara dibalik pintu itu.
Getaran ponselku yang
sejak tadi malam tiada hentinya sedikit membuatku penasaran. Kuambil benda yang
selalu berada disakuku kapan pun dan dimana pun. Tak kusangka, banyak
pemberitahuan yang hinggap dilayar ponselku.
53
Unread Messages
68
Messages from 51 Contacts
41
New Mentions
33
Notifications
“WOW!” Ucapku terkejut.
Satu persatu kubaca,
dari siapa dan apa isi pesannya. Sampai akhirnya semuanya telah terbaca dan
layar ponselku pun bersih dari pemberitahuan SMS dan berbagai jejaring social
tersebut.
Suasana sunyi nan sepi menyelimutiku. Hanya terdengar
detak jarum jam yang kini menunjukkan pukul 08.20 WIB. Kembali kupejamkan mataku,
berusaha menangkap makna dari kesunyian ini. Tenang, damai dan kembali mulai
terhanyut didalamnya. Kesenduan ini mengantarkanku pada kenangan itu. Sebuah
memori yang kejadiannya tak mengenal kata ‘Review’,
yang ada hanya ‘Rindu’ namun itu tak
bias terbayar sepenuhnya.
“Kak…” Suara itu
kembali terdengar dibalik pintu kamar yang membuyarkan semuanya.
“Iya ma… Sebentar lagi
keluar” Ucapku sigap.
Suasana diluar kamar sungguh berbeda dengan sebelumnya.
Tak ada aktivitas yang biasa dilakukan. Meja makkan terlihat sepi, yang ada
hanya makanan didalam tudung saji.
Kamar mandi tak lagi diidolakan dipagi hari dan suara music yang terdengar
berbeda genre dari setiap kamarnya.
“Kalo mau sarapan udah
Ibu siapin dimeja ka…” Perjelas Ibu yang melihatku yang hanya terdiam didepan
kamar.
“Iya bu” Sahutku.
“Kamu gak apa-apa ka?”
Tanya Ibu heran melihatku hanya terdiam, dan hanya kubalas dengan anggukan
kepala. Perlahan kulangkahkan kaki ini menuju depan rumah. Kali ini setiap
pijakan langkahku sangat berbeda dan terasa tidak biasa. Kupandangi setiap
inci, setiap dsudut ruangan didalam rumah ini. Satu persatu memori dan kenangan
itu melintas kembali seperti terulang kembali dihadapanku.
Hari itu, disebuah sore
yang cerah dihari kami biasa berkumpul dan melakukan segala sesuatunya bersama.
Makan, rekreasi, dan berpergian sesuka kami bersama.
“Yah, aku laper” Ucap
Lisa dengan gaya manjanya.
“Aku juga yah!”
Tambahku dari belakang.
“Oke, perut ayah juga
udah mulai berinteraksi” Jawab ayah.
Sebuah pusat
perbelanjaan di pusat kota menjadi tujuan kami untuk membayar sekaligus
mengakhiri rasa lapar ini. Restoran khas Jepang adalah tempat favorit kami
disetiap akhir pencarian makanan. 1 meja dengan 5 kursi sudah ditempati oleh
keluarga kecilku. Hanya menunggu sekitar 15 menit, makanan yang kami pesan
telah tiba dihadapan kami, dan tak perlu menunggu sampai 15 menit untuk
mengosongkan wadah yang berisi menu kesukaan kami itu.
“Kenyaaaaaaaaaaaang”
Ucap Raka sambil mengelus-elus perutnya yang kemudian langsung bersandar.
“Yah, aku mau es krim!”
Pinta Lisa pada ayah. Tanpa menjawab permintaan Lisa, ayah pun segera
mengabulkan permintaan anaknya yang paling cantik itu.
“Es krim coklat untuk
anak ayah yang paling cantik” Puji ayah sambil memberika 1 cup es krim pada
Lisa.
Canda, taa dan diskusi
kecil kami tak terasa mengantarkan kami pada pukul 18.55 WIB, menuju akhir di
hari yang kulalui bersama orang-orang yang ku sayangi dan ku cintai.
Cukup untuk hari bersama keluargaku dirumah, sekarang
waktunya kembali ke rumah, istana kecil kami.
“Yah tunggu, aku
kebelet nih” Ucap Raka sebelum ayah menyalakan mesin mobilnya.
“Ayah juga sih, bareng
yuk” Ajak ayah.
“Aku ikut!! Aku ikut…”
Ucap manja Lisa pada Ayah.
“Ibu mau ke toilet
juga?” Tanya ayah.
“Gak yah, Ibu disini
aja. Kekenyangan hehe” Jawab ibu pelan.
“Yaudah ka, jaga ibu
ya” Pesan ayah padaku.
Kulihat mereka berjalan
berdampigan. Tak lama mereka masuk ke dalam Mall, terlihat orang-orang
berhamburan keluar dengan raut wajah panik ketakutan. Sontak aku dan ibu pun
melihat keluar kaca mobil, dan sebelum aku sempat membuka pintu mobil sebuah
ledakan hebat yang berasal dari dalam Mall menyemburkan kobaran api yang sangat
besar dan menggetarkan daerah sekitarnya. Melihat hal tersebut ibu berteriak
histeris yang kemudian berusaha untuk masuk kedalam timbunan bangunan Mall yang
telah runtuh rata dengan tanah.
Ayah dam 2 adikku, Raka dan Lisa kini hanya bias kami
kenang dan semua yang telah kita lakukan bersama hanya tersimpan di memori
ingatan aku dan ibu. Sebelum kejadian itu, ditengah keramaian Ayah, Lisa dan
Raka berjalan berdampingan memasuki tempat celaka tersebut dan kini pun mereka
tetap berdampingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar