Senin, 17 Juni 2013

Hilang




Life must go on… tapi kenapa masih banyak seonggok daging bercampur darah itu melakukan sesuatu yang tidak menghasilkan apapun? Banyak pula dari mereka yang mengatakan “Semuanya, segala sesuatunya bias terjadi tiba-tiba. Tak ada yang tahu...” apakah masih kurang himbauan seperti itu? Atau… mereka tidak bias mencerna makna yang terkandung pada susunan kata-kata itu?
Selalu ada perpisahan setiap terjadi pertemuan. Kita tidak bias mengelak dari hukum alam itu, kawan. Begitu pula yang kurasakan beberapa saat yang lalu. Menyesal, merasa kehilangan, dan sebagainya pada orang yang telah mendahului. Sangat merasakan kehilangan saat yang diharapkan tidak mungkin bersentuhan secara fisik lagi. Beberapa kebiasaan sehari-hari yang dilakukan bersamanya kini hanya tersimpan manis dimemori otak ini. Bukankah seharusnya kita berbahagia bahwa Tuhan saying padanya? Tapi kenapa harus diiringi air mata atas rasa saying Tuhan itu? Sungguh… bukan perkara yang mudah untuk membedakannya.

Tatanan ruang tidurku sama seperti biasanya, dengan tempat tidur yang mengarah ke Selatan, sebuah meja dan kursi dipojok kanan ruangan serta sebuah lemari tua disebelah kanan tempat tidur. Ku pandangi diriku dicermin, dan… melihat sepasang bola mata memerah dan hidung yang tiada hentinya berusaha menormalkan pernapasan. Kurasakan badanku seperti terikat balok yang sangat besar dipunggung, keras dan tidak dapat bergerak dengan nyaman. Kubantingkan tubuh ini dikasur nan empuk dan dalam sekejap kuterlelap didalamnya.
“Kak… bangun kak” Terdengar suara halus seorang perempuan dibalik pintu kamarku.
“Iya” Jawabku singkat dan seketika tak terdengar lagi suara dibalik pintu itu.
Getaran ponselku yang sejak tadi malam tiada hentinya sedikit membuatku penasaran. Kuambil benda yang selalu berada disakuku kapan pun dan dimana pun. Tak kusangka, banyak pemberitahuan yang hinggap dilayar ponselku.
53 Unread Messages
68 Messages from 51 Contacts
41 New Mentions
33 Notifications
“WOW!” Ucapku terkejut.
Satu persatu kubaca, dari siapa dan apa isi pesannya. Sampai akhirnya semuanya telah terbaca dan layar ponselku pun bersih dari pemberitahuan SMS dan berbagai jejaring social tersebut.
            Suasana sunyi nan sepi menyelimutiku. Hanya terdengar detak jarum jam yang kini menunjukkan pukul 08.20 WIB. Kembali kupejamkan mataku, berusaha menangkap makna dari kesunyian ini. Tenang, damai dan kembali mulai terhanyut didalamnya. Kesenduan ini mengantarkanku pada kenangan itu. Sebuah memori yang kejadiannya tak mengenal kata ‘Review’, yang ada hanya ‘Rindu’ namun itu tak bias terbayar sepenuhnya.
“Kak…” Suara itu kembali terdengar dibalik pintu kamar yang membuyarkan semuanya.
“Iya ma… Sebentar lagi keluar” Ucapku sigap.
            Suasana diluar kamar sungguh berbeda dengan sebelumnya. Tak ada aktivitas yang biasa dilakukan. Meja makkan terlihat sepi, yang ada hanya makanan didalam tudung saji. Kamar mandi tak lagi diidolakan dipagi hari dan suara music yang terdengar berbeda genre dari setiap kamarnya.
“Kalo mau sarapan udah Ibu siapin dimeja ka…” Perjelas Ibu yang melihatku yang hanya terdiam didepan kamar.
“Iya bu” Sahutku.
“Kamu gak apa-apa ka?” Tanya Ibu heran melihatku hanya terdiam, dan hanya kubalas dengan anggukan kepala. Perlahan kulangkahkan kaki ini menuju depan rumah. Kali ini setiap pijakan langkahku sangat berbeda dan terasa tidak biasa. Kupandangi setiap inci, setiap dsudut ruangan didalam rumah ini. Satu persatu memori dan kenangan itu melintas kembali seperti terulang kembali dihadapanku.
Hari itu, disebuah sore yang cerah dihari kami biasa berkumpul dan melakukan segala sesuatunya bersama. Makan, rekreasi, dan berpergian sesuka kami bersama.
“Yah, aku laper” Ucap Lisa dengan gaya manjanya.
“Aku juga yah!” Tambahku dari belakang.
“Oke, perut ayah juga udah mulai berinteraksi” Jawab ayah.
Sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota menjadi tujuan kami untuk membayar sekaligus mengakhiri rasa lapar ini. Restoran khas Jepang adalah tempat favorit kami disetiap akhir pencarian makanan. 1 meja dengan 5 kursi sudah ditempati oleh keluarga kecilku. Hanya menunggu sekitar 15 menit, makanan yang kami pesan telah tiba dihadapan kami, dan tak perlu menunggu sampai 15 menit untuk mengosongkan wadah yang berisi menu kesukaan kami itu.
“Kenyaaaaaaaaaaaang” Ucap Raka sambil mengelus-elus perutnya yang kemudian langsung bersandar.
“Yah, aku mau es krim!” Pinta Lisa pada ayah. Tanpa menjawab permintaan Lisa, ayah pun segera mengabulkan permintaan anaknya yang paling cantik itu.
“Es krim coklat untuk anak ayah yang paling cantik” Puji ayah sambil memberika 1 cup es krim pada Lisa.
Canda, taa dan diskusi kecil kami tak terasa mengantarkan kami pada pukul 18.55 WIB, menuju akhir di hari yang kulalui bersama orang-orang yang ku sayangi dan  ku cintai.
            Cukup untuk hari bersama keluargaku dirumah, sekarang waktunya kembali ke rumah, istana kecil kami.
“Yah tunggu, aku kebelet nih” Ucap Raka sebelum ayah menyalakan mesin mobilnya.
“Ayah juga sih, bareng yuk” Ajak ayah.
“Aku ikut!! Aku ikut…” Ucap manja Lisa pada Ayah.
“Ibu mau ke toilet juga?” Tanya ayah.
“Gak yah, Ibu disini aja. Kekenyangan hehe” Jawab ibu pelan.
“Yaudah ka, jaga ibu ya” Pesan ayah padaku.
Kulihat mereka berjalan berdampigan. Tak lama mereka masuk ke dalam Mall, terlihat orang-orang berhamburan keluar dengan raut wajah panik ketakutan. Sontak aku dan ibu pun melihat keluar kaca mobil, dan sebelum aku sempat membuka pintu mobil sebuah ledakan hebat yang berasal dari dalam Mall menyemburkan kobaran api yang sangat besar dan menggetarkan daerah sekitarnya. Melihat hal tersebut ibu berteriak histeris yang kemudian berusaha untuk masuk kedalam timbunan bangunan Mall yang telah runtuh rata dengan tanah.
            Ayah dam 2 adikku, Raka dan Lisa kini hanya bias kami kenang dan semua yang telah kita lakukan bersama hanya tersimpan di memori ingatan aku dan ibu. Sebelum kejadian itu, ditengah keramaian Ayah, Lisa dan Raka berjalan berdampingan memasuki tempat celaka tersebut dan kini pun mereka tetap berdampingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar