Kamu jadi kesini kan? – Bowo
Sebuah pesan hinggap di layar ponselku. Bowo. Ya aku memang punya sebuah janji padanya, lebih tepatnya dengan temannya juga. Suasana ramai yang ada dihadapanku saat ini membuatku sedikit susah untuk membalas pesannya. Ku masukkan ponselku ke saku celana kemudian aku kembali menyelesaikan apa yang sudah ku mulai di malam pergantian tahun ini.
Acara diakhiri dengan penampilan beberapa DJ yang membawa
para pengunjung menggerakkan tubuhnya mengikuti irama. Perayaan pergantian tahun
kali ini berakhir di pukul 2 pagi. Langsung ku arahkan badan ini menuju sebuah
kamar hotel yang telah disediakan oleh panitia. Ku bantingkan tubuh ini ke
kasur dan teringat pesan Bowo yang belum sempat ku balas.
Mbb. Jadi ko, pagi nanti aku cari tiket kereta ato apa kek
yg bisa bawa aku kesana. – SENT!
Sebuah perkenalan yang sangat tak terduga terjadi pada
kami. Memiliki perasaan lebih dari sekedar teman sudah ku rasakan saat
bercengkarama dengannya walaupun hanya melalui dunia maya. Namun walaupun ia mempunyai
perasaan yang sama, keadaan tidak akan mungkin menjadikan kami sepasang sejoli
seperti kisah-kisah drama romantis televisi.
Janji yang sudah ku buat dengan bang Boy -teman
sepermainan yang juga teman Bowo- untuk merayakan malam pergantian tahun bersama
di salah satu kota yang berada di sebelah kotaku menjadi alasan lainnya untuk
datang kesana.
Jadinya berangkat kapan re? Kabarin ya kalo udah berangkat.
– Bang Boy
Mendapatkan pesan dari si-empunya acara membuatku tak sabar
untuk segera pergi kesana. Segera ku cari informasi penjualan tiket kereta api
menuju kota itu, karena banyak orang bilang lebih cepat dan mudah menggunakan
kereta api. SOLD OUT!! Pencarianku tak hanya sampai situ. Kembali ku cek tiket
kereta api Jakarta - Bandung sampai 2 hari kedepan dan hasilnya pun semua kursi
penuh. Langsung teringat dibenak ini dengan kelompok baruku di permainan yang
sama, maka dengan sigap jemari ini mebuka grup chat dan menanyakan seputar
penjualan tiket kereta yang kutuju.
Misi ka, ada yang tau info penjualan tiket kereta Jakarta -
Bandung? Aku perlu banget. – SENT!
Tuhan memang selalu memberikan
jalan untuk hambanya yang selalu berusaha. Kak Bayu –salah seorang dari
kelompok permainan onlineku- memberikan saran untuk datang ke kantornya,
stasiun Manggarai.
Suasana pagi ini membuatku
sangat malas untuk beranjak keluar dari selimut dan kasur ini. Cuaca mendung
dengan gerimis membasahi balkon kamar hotel yang terlihat dari jendela kamar
yang juga berembun. Seperti biasa benda yang kucari ketika membuka mata ini
adalah handphone. Terlihat dari panel notifikasi beberapa pemberitahuan pesan,
chat dan game alert pun hinggap disana. Jarum jam yang sudah mengarah ke pukul
07.30 WIB dan aku kembali memejamkan mata terbawa cuaca dan susana pagi ini.
Gerimis yang cukup deras siang
ini tidak menyurutkan niatku untuk mengunjungi kantor kak Bayu. Sepanjang
perjalanan menuju stasiun Manggarai Bowo senantiasa menemani via Blackberry
Messanger. Besar harapan hari ini aku dapat segera bertemunya.
Ka, aku udah didepan informasi nih. Ka Bayu dimana? – SENT!
Tak lama keluarlah seorang
pegawai KAI mengenakan seragam lengkap dari pintu kantor stasiun yang berada
tak jauh dari pusat informasi stasiun.
“Sini, Re. Masuk aja” Panggil ka
Bayu seraya melambaikan tangannya padaku.
Dengan setengah berlari aku
menghampiri ka Bayu yang masih berada di depan pintu ruangan bertuliskan
‘Kantor Stasiun Manggarai’. Ku ikuti ka
Bayu yang masuk ke dalam ruangan tersebut dan beberapa orang yang berada disana
serentak menoleh ke arahku dan langkahku pun terhenti.
“Sini, Re. Masa kudu diulang
ajakannya? Udah gapapa, ini temen-temen aku” Ucap ka Bayu yang melihatku
berdiri mematung di depan pintu masuk. Menanggapi ajakannya aku pun segera
menghampiri ka Bayu yang berada di meja kerjanya.
“Tuh kamu cari aja di komputer.
Software ticketing terus pilih deh tujuannya”
“Aku ka?”
“Iya. Udah anggep aja ini
kerjaan kamu dan kantor kamu. Bukannya kamu pengen kerja pake seragam kaya aku
kan?”
“Hehe iya ka, seragamnya aja
tapi aku yang ngomong-ngomongnya didepan”
Sesuai instruksi dan arahan dari
ka Bayu dengan lihai tangan ini menggerakkan mouse untuk mencari
informasi yang kuinginkan. Hasilnya pun sama, semua tiket sudah terjual habis
dan semua tempat duduk selama 3 hari depan sudah penuh.
“Udah sold out semua ka, gak ada
yang kosong”
“Bener gak ada yang kosong, Re?”
“Iya ka… Aku cancel satu terus
aku ganti sama nama aku ya? Hehe”
“Eh kamu ini… jangan lah nanti
bisa ngamuk didepan kantor orangnya”
“Hehehe iya ka, Cuma becanda
aku. Ampun…”
Pencarianku di kantor stasiun
Manggarai tidak membuahkan hasil. Setelah berpamitan dengan ka Bayu –dan
teman-temannya- aku pun segera mengarahkan kaki keluar stasiun.
Pada dimana gaes? I need your help, please… gue tunggu di
tempat biasa ya. – SENT!
Beberapa waktu kemudian terlihat
segerombolan laki-laki dengan 1 perempuan memasuki kedai kopi. Tentu saja
mereka adalah orang-orang yang kutunggu.
“Lama banget sih? Udah abis 2
gelas nih gue” Protesku.
“Sorry tadi gue lama nyari kunci
mobil” Jawab Nunu menanggapi protesku dengan tenang.
“Ada apa sih, Re?” Tanya Hary
memotong protesku yang baru saja akan ku tumpahkan pada Nunu.
“Jadi gini…” Rentetan kalimat
kujelaskan pada mereka, dengan seksama dan detail ku jelaskan maksud dan
keinginanku pergi ke Bandung.
“Gue gak bisa nganteri lo, Re.
Gue ada tugas nganter bapak dan ibu Negara acara di luar kota” Sahut Nunu
menanggapi.
“Yaaaah… ya udah ada alternatif
lain?” Tanyaku kebingungan.
“Oh iya, bokapnya Susi kalo gak
salah supir colt Bandung deh, Re” Celetuk Jeje memberitahu.
“Anything! Mana nomernya?!”
Sambungku menanggapi Jeje.
Kesepakatan telah kubuat dengan
sang supir colt yang tak lain adalah orang tua dari teman kampusku sendiri.
Entah mengapa pagi ini aku merasa sangat tak sabar untuk segera sampai disana.
Bangun tidur segera ku persiapkan barang bawaan untuk hari ini.
“Gak nginep kan ya? Ya udah deh
bawa gini aja. Pake ransel apa tas kecil ya? Hemm… ransel aja deh” Gumamku
sendiri sambil memasukan barang bawaanku ke dalam tas.
Aku berangkat ya. Kamu banguuuuuuuuuuunn!! – SENT!
Semua siap dan mari berangkat!
Keluar kamar dengan setelan kaos bergaris berwarna merah maroon dan
abu-abu, celana jeans abu-abu, ransel berwarna hijau tosca dan sepatu
sandal bertali merah mengundang Tanya papa yang sedang asyik duduk di sofa depan
televisi.
“Mau kemana teh? Siaran?” Tanya
papa.
“Engga pa, mau ada acara sama
temen-temen” Jawabku menanggapi pertanyaan papa.
“Bukannya semalem baru pulang?
Udah mau pergi lagi? Udah bilang sama mama?” Tanya papa detail.
“Kan beda pa, lagian yang sekarang
gak nginep kok. Belum, nanti teteh LINE aja mamanya kalo gak papa yang
bilang ya” Rayuku pada papa.
“Ya udah, hati-hati kamu” Ucap
papa mengizinkan.
“Iya pa… Pa anterin atuh ke
terminal hehe” Wajah senangku tak terbendung ketika papa memberikanku izin
keluar rumah dan mengantarkan sesuai permintaanku.
Perjalanan menuju Bandung tak
sesingkat yang ku bayangkan. Mobil yang ku tumpangi beberapa kali berhenti
untuk menaikkan penumpang.
“Maaf ya neng lama, biasa cari
muatan dulu. Kejar setoran” Perjelas pak Sani, bapak dari temanku Susi.
“Iya pak gapapa, lagian gak
terlalu diburu-buru kok” Jawabku pelan.
Turunnya di terminalnya ya, nanti biar aku jemput – Bowo
Satu jam, dua jam dan tiga jam!
Akhirnya sampailah dikota yang kutuju. Perjalanan yang cukup melelahkan dan
membosankan walau hanya duduk saja.
Aku udah sampe tapi bukan turun di terminal. Di depan
gedung Juang 45. – SENT!
Ko disitu bukannya diterminal? – Bowo
Gak tau dituruninnya disini. Ya udah aku ke supermarket deh.
– SENT!
Supermarket mana? Ih aku gak tau – Bowo
Di depan PDAM Kota ada supermarket kan tuh, nah aku disitu
– SENT!
Tunggu situ bang Boy yang jemput kamu – Bowo
Okeeeeeey – SENT!
“Ya ampun, laper. Tadi kan belum
makan ya” Ucapku sambil memegang perut yang baru saja mengeluarkan suara
misteriusnya. Ketika ku alihkan kepala ini ke kiri terlihat dengan jelas sebuah
restoran makan cepat saji berlambang kakek tua berjenggot. Dengan sigap ku
langkahkan kaki ini memasuki tempat makan tersebut. Ku cari antrian yang tidak
terlalu panjang untuk segera mengakhiri bunyi perut yang sedari tadi terdengar.
“Selamat siang, mau pesan apa?
Makan disini apa dibawa pulang?” Tanya pelayan yang ada didepan kasir.
“Kak Rio?” Tanyaku heran melihat
sosok dari suara tersebut.
“Eh, Re! Kok bisa ada disini lo,
ne?” Tanyanya kaget melihat keberadaanku disini.
“Mau main hehe eh gue mau pesen
ka, laper. Btw lo sekarang gawe disini?”
“Iya ne, biasalah. Sampingan.
Mau pesen apa?”
Beberapa menu favoritku telah ku
pesan pada sang pelayan yang ternyata partner satu atap di salah satu komunitas
entertaint di Jakarta. Lebih dari 1 item makanan dan minuman ku pesan
untuk mengganjal perut ini agar berhenti bersuara.
Aku udah di depan supermarket. – Bang Boy
Okey, aku keluar – SENT!
Perjalanan menuju tempat tujuan
tidak memakan waktu terlalu lama, hanya saja track-nya yang agak naik,
seperti sedang mendaki sebuah bukit. Sebuah percakapan random dengan
bang Boy sengaja ku lontarkan agar tidak terkesan kaku karena sudah cukup lama
tak bertemu. Sampailah disebuah resort yang berada di ujung jalan. Motor yang
dipakai untuk menjemputku berhenti didepan sebuah gedung bertuliskan ‘Office’. Tak
lama menginjakkan kaki ditempat tersebut, terlihat segerombolan laki-laki yang datang
menghampiri aku dan bang Boy, dan ternyata salah satu diantara mereka adalah
Bowo. Ada yang tak biasa dengan raut wajahnya saat kembali bertemu untuk kedua kalinya.
"Kenapa nih orang? Gue dateng kok lecek gitu mukanya?" Gumamku dalam hati.
Sederet paviliun yang berada di tengah-tengah menjadi kediaman sementara 'kelompok liburan' bang Boy dan kawan-kawan. Sebuah paviliun yang terdiri dari sebuah ruang televisi lengkap dengan furniture-nya, dua kamar tidur dan sebuah kamar mandi. Simpel.
"Kamu kenapa?" Tanyaku penasaran melihat raut wajah Bowo yang belum saja berubah sedari tadi.
"Sakit aku kumat..." Jawabnya singkat dengan ekspresi menahan sakit.
"Kamu sakit apa?!" Sambungku kaget mendengar jawaban Bowo.
Dijelaskanlah apa yang membuatnya berkespresi seperti itu. Menahan rasa sakit memang sangat menyiksa, apa lagi untuk orang yang daya tahan tubuh dan mentalnya rapuh, tidak bisa terbayangkan akan seperti apa orang itu jadinya. Obrolan kami pun terpotong oleh canda gurau bang Boy dan teman-temannya. Celotehan antara Bowo dan teman-temannya akan menjadi sebuah memori lucu setelah acara ini selesai.
'Jangan pernah membuat janji yang belum tentu bisa di tepati dan jangan sampai salah ngomong sama bang Boy!' - Note to my self.
Cuaca mendung berkabut menjadi daya tarik tersendiri bagiku. Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Bang Willy datang membawa beberapa bungkus makanan untuk kami semua yang ada disini.
"Sini semuanya makan bareng-bareng, biar enak" Panggil bang Willy mengajak semuanya untuk makan bersama di ruang televisi.
"Biasanya gak gini tau, makannya pada mental-mental" Bisik Bowo
"Iya?" Tanyaku
"Iya... Ini karena ada kamu aja, mereka ada maunya pasti" Perjelas Bowo.
Suasana makan siang dengan beberapa orang baru yang belum pernah bertemu dan kenal sebelumnya diselingi dengan permintaan dari si-empunya acara untuk saling suap menyuap antara aku dengan Bowo. Suasana semakin ramai ketika Bowo menyuapkan makanannya padaku. Terlihat bang Boy dan bang Willy selalu standby dengan kamera handphonenya, yang seolah-olah tidak ingin melewatkan hal tersebut. Setelah semua menghabiskan makanannya mulailah Bowo membuka cerita untuk saling share. Banyak yang diungkapkannya padaku yang membuatku kaget mendengarnya. Sekali lagi aku luluh dengan kejujuran dan keterbukaannya.
"Kenapa nih orang? Gue dateng kok lecek gitu mukanya?" Gumamku dalam hati.
Sederet paviliun yang berada di tengah-tengah menjadi kediaman sementara 'kelompok liburan' bang Boy dan kawan-kawan. Sebuah paviliun yang terdiri dari sebuah ruang televisi lengkap dengan furniture-nya, dua kamar tidur dan sebuah kamar mandi. Simpel.
"Kamu kenapa?" Tanyaku penasaran melihat raut wajah Bowo yang belum saja berubah sedari tadi.
"Sakit aku kumat..." Jawabnya singkat dengan ekspresi menahan sakit.
"Kamu sakit apa?!" Sambungku kaget mendengar jawaban Bowo.
Dijelaskanlah apa yang membuatnya berkespresi seperti itu. Menahan rasa sakit memang sangat menyiksa, apa lagi untuk orang yang daya tahan tubuh dan mentalnya rapuh, tidak bisa terbayangkan akan seperti apa orang itu jadinya. Obrolan kami pun terpotong oleh canda gurau bang Boy dan teman-temannya. Celotehan antara Bowo dan teman-temannya akan menjadi sebuah memori lucu setelah acara ini selesai.
'Jangan pernah membuat janji yang belum tentu bisa di tepati dan jangan sampai salah ngomong sama bang Boy!' - Note to my self.
Cuaca mendung berkabut menjadi daya tarik tersendiri bagiku. Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Bang Willy datang membawa beberapa bungkus makanan untuk kami semua yang ada disini.
"Sini semuanya makan bareng-bareng, biar enak" Panggil bang Willy mengajak semuanya untuk makan bersama di ruang televisi.
"Biasanya gak gini tau, makannya pada mental-mental" Bisik Bowo
"Iya?" Tanyaku
"Iya... Ini karena ada kamu aja, mereka ada maunya pasti" Perjelas Bowo.
Suasana makan siang dengan beberapa orang baru yang belum pernah bertemu dan kenal sebelumnya diselingi dengan permintaan dari si-empunya acara untuk saling suap menyuap antara aku dengan Bowo. Suasana semakin ramai ketika Bowo menyuapkan makanannya padaku. Terlihat bang Boy dan bang Willy selalu standby dengan kamera handphonenya, yang seolah-olah tidak ingin melewatkan hal tersebut. Setelah semua menghabiskan makanannya mulailah Bowo membuka cerita untuk saling share. Banyak yang diungkapkannya padaku yang membuatku kaget mendengarnya. Sekali lagi aku luluh dengan kejujuran dan keterbukaannya.
Hari semakin sore, gerimis yang baru saja reda menimbulkan kabut yang membuat hawa menjadi lebih dingin dibandingkan sebelumnya. Bowo mengajakku berkeliling resort untuk sekedar melihat-lihat. Udara sejuk terasa seperti menimbulkan aroma khas tanah setelah diguyur hujan. Dekapan erat tangan Bowo kembali kurasakan setelah pertemuan pertama kami yang ku kira itu akan menjadi pertemuan terakhir kami. Setelah berkeliling sebentar beristirahatlah kami pada sebuah ayunan yang bisa di tempati oleh dua orang. Tak sengaja mata ini dimanjakan oleh lukisan tuhan yang sangat indah, membuat kesempurnaan lebih terasa saat ini. Melihat sunset ditemani dengan orang yang kamu sayang. Perfect!
Matahari telah menenggelamkan diri yang kini telah berganti dengan langit yang mulai menggelap diiringi dengan turunnya kembali hujan. Keputusanku untuk kembali ke Jakarta sepertinya harus kuurungkan, karena tidak mungkin juga saat seperti ini aku tetap memaksakan diri untuk pulang.
"Kayanya aku jadi nginep deh bang" Ucapku pada bang Boy ketika melihat hujan turun kembali.
"Ya saya sih cuma mau nagih janji aja katanya waktu itu bilangnya ada yang mau nginep" Jawab bang Boy dengan tidak melihat ke arahku sama sekali
Pa, disini ujan. Udah malem juga kemungkinan teteh nginep ya. Rencana besok subuh pulang - SENT!
Sungguh sangat tak terbayangkan olehku untuk bermalam disini. Perlengkapan yang kubawa pun sangat minim dan sama sekali tidak ada persiapan. Hari sudah semakin malam dan tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Mata yang mulai tidak bisa di bendung mengharuskanku untuk segera memanjakannya. Sebuah kamar sudah dipersiapkan oleh si-empunya acara untukku dan Bowo.
"Aku tidur duluan ya bang..." Pamitku pada bang Boy dan semua yang ada di ruang televisi.
"Iya, Re... Besok bangun pagi kan" Jawab bang Willy.
Sebuah tempat tidur berurukuran KING dengan sprei putih dan selimut putih terpasang rapih dikasur. Ku bantingkan tubuh ini dan terasa sangat nyaman. Beberapa waktu kemudian Bowo masuk dan duduk disampingku.
"Kamu udah ngantuk?"
"Sedikit sih... Kamu gak gabung sama temen-temen kamu?"
"Iya aku mau gabung, gak enak kalo langsung masuk kamar. Kamu kalo mau tidur duluan aja ya"
"Okeeeeey"
Kecupan mendarat pada pipiku dan Bowo pun keluar. Speechless. Terdiam dan mematung. Seperti ada yang aneh pada diriku, mata yang sebelumnya sangat ingin menutup tiba-tiba hilang begitu saja. Langsung saja ku teringat dengan novel yang kubawa, kubaca-baca dan ngantuk pun menghampiri. Sekitar setengah jam berselang Bowo kembali masuk dan langsung memelukku yang sedang terlelap. Pelukannya membuatku kaget dan membangunkanku. Ketika kubuka mata terlihat wajah senyum Bowo yang sangat dekat dengan wajahku.
"Kamu udah ngumpulnya?" Tanyaku sambil membalas senyumnya.
"Belum sih tapi aku mau kesini aja nemenin kamu" Jawabnya dengan nada manja.
"Hemmm..."
"Kenapa?"
"Kita deket banget loh ini"
"Aku udah janji sama diri aku sendiri buat gak macem-macem dan aku bisa pastiin aku bisa tahan itu" Tak lama sebuah kecupan hangat mendarat dibibir ini. Kaget namun akhirnya aku pun terbawa suasananya.
Malam yang dingin terasa hangat. Pelukan Bowo membuatku merasa sangat nyaman. Matanya yang menatapku tajam membuatku semakin susah untuk meninggalkan dan melupakannya suatu hari nanti. Ku perhatikan dengan jeli semua bagian dari wajahnya. Ku pegang dan kurasakan setiap detailnya semakin membuatku tak ingin melepasnya.
Matahari mulai menampakkan dirinya kembali, namun cuaca dingin masih saja menyelimuti daerah ini. Perlahan kubuka mata dan terlihat dengan jelas wajahnya yang masih-sangat-dekat denganku. Pelukannya seolah masih tetap menjaga dan melindungiku dari dinginnya cuaca. Pergerakkan badanku membuatnya membuka sedikit matanya.
"Selamat pagi" Ucapku dengan suara seadanya.
Sebuah senyuman manis tersimpul membalas sapaanku dilanjut dengan mendaratnya ciuman pada pipi ini. Kudekap kembali dan ku eratkan pelukku padanya seolah tidak akan membiarkannya lepas. Perlahan ku mulai terlelap kembali dalam tidurku.
Niatku untuk pulang pagi sirna sudah, bangun tidur untuk kedua kalinya ternyata diluar dugaanku. Sangat sulit untuk beranjak dari tempat tidur. Manja dari seorang Bowo membuatku betah dan ingin terus bersamanya. Tak terhitung berapa kecupan darinya yang telah mendarat di wajah ini.
to be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar