Raka masih diam didalam kelas, kemudian tak sengaja Melly –teman SMP Raka yang menyukai Raka sejak kelas 1 SMP—lewat didepan kelas dan melihat Raka sedang berdiam diri didalam kelas. Kemudian Melly menghampiri Raka.
“hey !!” teriak Melly yang bermaksud ingin mengagetkan Raka, tapi sayangnya Raka tidak merespon kedatangan dan kejutan Melly. Bahkan Raka sama seklai tidak melirik dan melihat ke arah Melly.
“Raka kamu kenapa ?” tanya Melly penasaran. Namun Raka masih saja tidak memperdulikan Melly.
“Raka !” tegas Melly.
“apa sih ? mau loe apa ?!!” jawab Raka sewot .
“kamu kenapa ? kok kamu kaya gini sama aku ?” tanya lagi Melly dengan nada pelan setelah ia dibentak Raka.
“gue mau sendiri. Mending sekarang loe keluar, jangan ganggu gue !” usir Raka yang sama sekali tidak melihat ke arah Melly. Melly pun keluar kelas dan meninggalkan Raka sendirian.
Dudi mengajakku pergi keliling-keliling kota yang gak jelas tujuannya.
“di sebenernya kita mau kemana sih ?” tanyaku penasaran
“kita muter-muter aja Vin,aku tau kamu bosen sama keadaan disekolah makanya aku ajak kamu muter-muter ... “ jawab Dudi dengan santai
Sepanjang perjalanan perasaan bosen terus meyelimutiku. Dudi mengajakku ngobrol tapi aku tidak menghiraukannya. Aku justru fokus dengan handphone-ku yang sedang membawaku ke dunia maya. Facebook. Situs yang satu ini selalu setia menemaniku saat aku merasa bosan.
“diajak jalan-jalan gak jelas sama orang yang gak jelas”
Aku menulis status di akun Facebook-ku yang ditujukan untuk Dudi.
“Dud, aku mau pulang aja deh ...” pintaku kepada Dudi yang sedaritadi berbicara tiada henti.
“pulang ?” tanya Dudi heran
“iya aku ngantuk plus cape ...” jawabku asal
“baru jam 4 kok Vin ... tapi yasudahlah aku anter kamu pulang yah” jawab Dudi dengan nada berbicara centil dan aku hanya menanggapinya dengan senyuman kecil.
Dudi hanya mengantarku sampai depan gerbang karena kalau sampai depan pintu bisa-bisa ibu dan bapak marah besar.
“makasih yah udah nganterin ...” ucapku pada Dudi
“sama-sama Vin. Hehehe ... aku juga makasih loh kamu udah nemenin aku jalan-jalan” jawabnya dengan wajah memerah.
Aku langsung masuk kedalam tanpa menunggu Dudi berbalik arah untuk pulang. Ketika aku membuka pintu rumah, sudah terdengar suara bapak dan ibu yang sedang bertenngkar . semenjak kakakku meninggal dunia 6 bulan lalu , bapakku jadi sering marah-marah pada ibu karena menganggap kematian kakak karena ibu yang lalai menjaga dan merawat kakak.
“darimana saja kamu jam segini baru pulang?” tanya bapak ketus.
Aku yang malas menanggapi bapak langsung masuk ke kamar tanpa menghiraukan bapak ataupun ibu. Di kamar aku kembali mendengar bapak dan ibu melanjutkan pertengkaran mereka. Disaat sepertin ini sering sekali aku terfikir untuk pergi dari rumah tapi setiap kali aku ingin melakukannya aku langsung teringat mendiang kakak yang berwasiat pada ku untuk menjaga bapak dan ibu.
Setetes demi setetes air mataku membasahi pipiku. Untuk kesekian kalinya yang hanya bisa aku lakukan hanya menangis ketika mendengar pertengkaran mereka.
“kakak ... aku takut. Aku butuh kakak ...”ucapku tersendat-sendat sambil mengucurkan air mata. Entah sampai kapan aku harus mengalami seperti ini.
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat dan aku harus kembali menjalankan aktivitas rutinku disekolah. Aku masih membayangkan kejadian semalam, walaupun sudah sering aku melihatnya tapi entah mengapa kejadian semalam itu paling menusuk kedalam hatiku. Aku beranikan diri untuk keluar kamar dan menemui bapak dan ibu di meja makan.
“sarapan dulu ndo ...” beritahu ibu saat aku berusaha langsung pergi keluar.
Tak tega mendengar suar ibu yang pelan itu pasca bertengkar dengan bapak (LAGI), aku memenuhi kemauan ibu untuk sarapan bersama bapak dan ibu. Suasana di ruang makan sangat dingin tidak seperti biasanya. Bapak yang biasanya bercanda dengan aku di meja makan dan ibu tertawa melihat candaku dengan bapak. Setelah selesai sarapan aku segera bergegas berangkat sekolah.
“aku berangkat pak, bu ...” pamitku tanpa melihat ke arah bapak dan ibu.
“maafkan bapak, ndo” tiba-tiba bapak berbicara kepadaku. Aku yang kaget mendengar bapak berkata seperti itu, aku secara spontan menghentikan langkahku dan menengok ke arah bapak. Ibu pun kaget mendengar ucapan bapak seperti itu. Dengan air mata yang sudah menggenang dikelopak mataku, aku segera menuju ke arah bapak dan memeluknya erat.
“maafin Vina pak ...” ucapku yang diiringi dengan tetesan air mata dan Bapak membalas pelukanku dengan erat.
“bapak yang minta maaf de, semua ini salah bapak. Bapak selalu melampiaskan kekesalan bapak pada kamu dan ibu karena sampai saat ini bapak belu bisa terima dengan kepergian kakakmu” jawab bapak memberitahu alasan tindakan dan sikapnya selama ini kepadaku dan ibu. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ibu menghampiriku dan bapak dan ikut memeluk kami berdua. Suasana pagi itu sangat damai dan mengharukan.
“terima kasih tuhan untuk pagi ini, aku tidak akan melupakannya. Kakak terima kasih ...” ucapku dalam hati sambil tersenyum.
Pagi itu bapak mengantarku ke sekolah. Sudah hampir 6 bulan bapak tidak mengantarku ke sekolah setelah kepergian kakak. Rasa senang yang aku rasakan tidak tertandingi.
“pak, aku pamit yah” ucapku pada bapak sebelum turun dari mobil sambil mencium tangannya
“iya ndo. Belajar yang bener yah biar seperti kakakmu” jawab bapak sambil mengusap-usap kepalaku.
“siiip !”jawabku ceria
Aku segera keluar dari mobil dan bergegas masuk karena waktu hampir menunjukkan jam 7. Sepanjang jalan menuju kelas, perasaanku sangat senang. Tak ada beban yang hinggap di otakku saat ini.
“pagi pak !” sapaku pada pak Togar
“pagi juga ! sepertinya hari ini kau senang sekali ?” tanya pak Togar melihat ekspresi wajahku saat ini dan aku hanya membalasnya dengan senyuman lebar.
Sesampainya dikelas aku segera duduk dikursiku dan tanpa sadar ternyata aku senyum-senyum sendiri.
“kenapa kamu Vin ? kok senyum-senyum sendiri ?” tanya Santi yang heran melihat ekspresiku hari ini.
“gak apa-apa San, emangnya kenapa ? ada yang aneh ?” tanyaku pada Santi
“hem ... gak kok” jawab Santi singkat.
Tak ada perasaan lain di hatiku selain SENANG karena keluargaku telah kembali seperti dulu lagi. Terima kasih tuhan ...
Bel tanda masuk pun berbunyi. Semua murid di kelasku segera mempersiapkan perlengkapan tulisnya untuk memulai pelajaran pertama. Seperti biasa setiap pagi sebelum memulai belajar aku selalu melihat sekeliling ke arah teman-temanku memastikan semua teman-temanku telah hadir –itu tugasku setiap hari karena aku sekretaris kelas—tapi ada suatu kejanggalan yang aku lihat hari ini, tapi aku tidak tahu apa itu. Aku mencoba berpikir dan mencocokkan absen kelas dan jumlah siswa yang ada dikelas. Ketika ku absen satu persatu ternyata kejanggalan itu terdapat pada ‘Raka Putra’. Tidak biasanya dia belum datang pada jam sekarang ini. Aku langsung teringat akan perkataan pak Togar bahwa dia adalah siswa pertama yang datang ke sekolah semenjak dia menginjakkan kakinya di sekolah ini.
Ketika aku akan menuliskan keterangan ‘ALFA’ pada namanya dibuku agenda kelas ternyata terdengar suara hentakan kaki yang sedang berlari kencang di lorong kelas. Ketika akan melihatnya ternyata sosok yang membuat lorong kelas heboh dengan hentakan kakinya muncul didepan pintu kelas dan itu adalah Raka. Terlihat letih dan terengah-engah dari wajahnya yang berkucuran keringat.
“ka, tumben loe telat” tanya Danu teman sebangku Raka
Namun Raka tidak menjawab pertanyaan Danu dan segera bergegas menuju tempat duduknya. Semua teman-teman kelasku dibuat heran dan penasaran oleh perilaku dan sikap Raka pagi ini.
“sekarang udah ganti deh Mr. Disiplin di sekolah kita, yang pasti bukan Raka lagi” celetuk Santi santai dan Raka pun tidak menggubris celetukkan Santi.
Aku jadi tambah penasaran dengan sikap Raka saat ini, ada apa dengan Raka ? pertanyaan itu terus-menerus berputar diotakku.
Tak terasa bel pulang sekolah pun berbunyi. Semua teman-temanku segera merapihkan buku dan perlengkapan tulisnya untuk segera pulang tapi tidak dengan Raka. Disaat semuanya telah meninggalkan kelas dia masih duduk di mejanya sambil menundukkan kepalanya. Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi aku menghampiri Raka.
“Raka ...” panggilku pelan tapi ia tidak menghiraukan panggilanku
“Raka ...” panggilku lagi namun ia juga tidak menghiraukannya
“Raka !” panggilku lagi dengan nada tegas dan Raka pun baru menoreh ke arah ku pelan
Ketika aku melihat wajahnya ternyata ia sedang menangis. Sangat terlihat jelas tetesan air mata membasahi pipinya.
“Raka kamu kenapa ?” tanyaku tambah penasaran melihat wajahnya seperti itu
“aku ...” jawab Raka pelan dan belum ia menuntaskan jawabannya ia memelukku erat
Aku kaget dengan tindakan Raka yang tiba-tiba memelukku sambil menangis itu. Aku mencoba melepaskan pelukannya tapi semakin aku mencoba untuk melepaskannya semakin erat juga pelukkannya itu. Memperhatikan sikap Raka seperti ini aku terdiam dan sengaja membiarkan Raka menangis di pundakku untuk beberapa saat.
Keadaan Raka sudah agak membaik dibanding tadi yang menagis tersengguk-sengguk.
“kamu kenapa ?” tanyaku pelan yang bbermaksud membuka pembicaraan
“aku ...” jawab Raka pelan
“iya kamu kenapa ?” tanyaku lagi
“aku lagi diuji Vin ...” jawab Raka
“diuji ?” tanyaku lagi yang tambah penasaran dengan jawaban Raka
Akhirnya Raka menceritakan semuanya padaku tentang masalah yang sedang ia hadapi saat ini sampai merubah drastis sikap dan perilaku hari ini. Aku kaget mendengar ceritanya dan sangat sulit kupercaya untuk saat ini.
to be continued ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar