Jumat, 17 Februari 2012

panggil dia Bunga...


Bagi seorang wanita siapa yang tidak menginginkan dirinya tampil cantik dan menarik dimata semua orang. Begitupun dengan seorang perempuan mungil berkerudung yang tinggal disudut kota. Keceriaannya yang membawa sinar kegembiraan bagi orang yang berada disekitarnya. Perempuan mungil yang akrab dipanggil Bunga ini merupakan seorang anak dari keluarga ternama. Ayahnya yang seorang Dewan mengangkat keluarganya menjadi banyak dikenal orang. Selain terkenal karena keberadaan keluarganya, ia juga kenal karena sikapnya yang ramah pada siapapun.

Sayang kegembiraannya harus terhenti saat sang Ayah terbelit kasus korupsi. Sekejap keluarganya yang hidup dalam kedamaian dan keharmonisan berubah menjadi kesedihan dan ketegangan. Banyak pihak yang awalnya selalu memberi dukungan kini berbalik mencemooh mereka. Tekanan batin terus menghinggapinya dan keluarganya, sampai akhirnya ia dihadapi oleh suatu cobaan yang sangat diluar dugaan. Teror datang dari pihak yang tidak suka dengan kelakuan sang ayah berakhir dengan terbakarnya kediaman Bunga. Kejadian yang berlangsung pada malam hari itu menyebabkan Ibunya menjadi korban yang tidak tertolong, dan Bungan selamat dengan kondisi tubuh terbakar cukup parah.


Pasca kejadian yang membuat keluarganya benar-benar hancur itu, kini Bunga hidup dengan keterbatasan. Ayahnya yang mendekam dipenjara mengharuskannya tinggal bersama sang nenek. Kondisinya yang sekarang banyak mengundang perhatian setiap orang yang melihatnya. Kini perempua mungil itu menjadi sosok yang sangat tertutup dengan dunia luar. Tak ada lagi Bunga yang ceria, ramah dan membuat orang lain gembira. Hari-harinya kini hanya ia habisnkan bersama neneknya didalam rumah. Baginya dunia diluar sana sangatlah berbahaya dan mengundang banyak tindakan yang dapat mencelakai dirinya.
“Bunga, sampai kapan kau akan seperti ini?” tanya sang nenek melihat cucunya yang sedang melamun.
“aku tidak tahu nek, mungkin selamanya...” jawabnya datar.
“selamanya? Selamanya berada disini dan tidak akan keluar rumah? Apakah kau yakin itu?” tanya nenek meyakinkan jawaban Bunga.
“mungkin iya...” jawab Bunga singkat.
“jika suatu saat kejadian itu terulang kembali, kau masih tetap akan berada disini?” pancing nenek.
“BERHENTI! CUKUP NEK, CUKUP!” teriak Bunga yang sangat trauma dengan kejadian itu.
Melihat keadaan cucunya yang seperti itu sangat membuat nenek terpukul. Keadaan Bunga yang kini sangat tertutup menjadi suatu tantangan sekaligus kewajiban nenek untuk membawanya kembali menjadi Bunga yang ceria seperti dulu.
Suatu hari ayah Bunga yang berada dipenjara mengirimkan surat padanya. Surat itu berisi bahwa ayah ingin sekali bertemu dengan anak semata wayangnya yang sudah lama tak bertemu.
“bagaimana sayang, kau ingin menemui ayahnmu?” tanya nenek, namun Bunga hanya bungkam seolah sedang berfikir.
“apakah kau tidak merindukan ayahmu?” tanya nenek lagi, tapi Bunga pun tetap menunduk diam, tak berkata sepatah kata pun.
“nenek saja merindukan ayahmu, masa kamu tidak? Kalau nenek jadi kamu pasti nenek sangat merindukan ayahmu” ucap nenek menarik simpati Bunga.
Perkataan-perkataan yang sudah diucapkan nenek tidak mendapat respon dari Bunga. Ia malah berlalu memasuki kamarnya. Sementara itu dikamarnya ia terus terngiang-ngiang ucapan sang nenek. Rasa rindu yang selama ini ia pendam mulai tergambarkan dengan tetesan air mata yang secara perlahan membasahi pipinya. Untuk kesekan kalinya ia pandangi fotonya bersama ayah dan ibu yang tersimpan rapih diantara tumpukan buku-bukunya. Tangisan Bunga pecah ketika ia mengngat kembali semua kenangan manis yang pernah ia lewati bersama kedua orang tuanya.

Alunan lagu Leaving On The Jet Plane yang dibawakan oleh Chantal Kreviazuk mengantarkannya pada suasana yang tenang dan damai dalam mimpi. Kedamaian yang ia rasakan membawa Bunga pada suatu tempat yang sudah lama tak ia kunjungi dan sangat ia rindukan. Kediamannya yang berada di jalan Ceremai No. 13, tempat awal ia menata kehidupannya bersama ayah dan ibu. Setelah ia berkeliling terdengar suara lembut yang sudah akrab dengan telinganya memanggil dirinya. Sontak Bunga pun mencari keberadaan sumber suara itu berasal. Mencari-cari dan terus mencari sampai akhirnya ia melihat sesosok wanita cantik yang sangat ia rindukan.
“Ibu... ?” ucap Bunga terkejut melihat sosok itu. Ucapannya dibalas dengan senyuman manis yang terpancar dari wajah wanita yang telah mengantarkannya kedunia.
“Ibu, Bunga sangat merindukan ibu...” ucap Bunga sambil memeluk erat ibunya. Ibu hanya membalas dengan pelukan erat dan kecupan dikening putrinya.
“Bunga, ayahmu merindukan bidadari kecilnya ini” ucap ibu yang memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
“tapi bu, ayah jahat. Gara-gara dia sekarang jadi gini” jawab Bunga yang sedikit mengeluarkan air mata.
“setiap orang pasti pernah berbuat salah dan khilaf, begitupun dengan ayah. Apakah kamu merindukan ayahmu, nak?” perjelas ibu.
Mendengar perkataan ibunya Bunga hanya mengangguk dan kembali memeluk ibunya, kemudian dikecupnya kening Bunga dan senyuman manis sang bunda yang tak akan terlupakan.

Dinginnya udara yang masuk melalui jendela kamar membangunkan Bunga yang terlelap dalam tidurnya. Perlahan ia membuka matanya kemudian bangkit dari tidurnya dan melakukan kegiatan rutinnya tiap pagi, menghirup udara segar dari jendela kamarnya. Cuaca yang sendu kembali mengingatkannya pada mimpi singkat yang sangat berkesan. Bunga kembali duduk ditempat tidurnya kemudian melihat kearah sekelilingnya. Satu persatu ia perhatikan barang-barang yang ada disana sampai pada akhirnya ia terpaku pada satu barang yang pasca kejadian itu menjadi musuhnya, yaitu cermin. Perlahan ia dekati benda yang ia letakkan di susut ruangan. Ketika ia melihat pantulan cermin itu seketika ia kaget dan spontan ia melempar cermin itu lalu berteriak histeris.
“aku monster!!! Aku monster!!!”
Teriakan Bunga mengagetkan nenek yang berada diruang tengah. Dengan sigap wanita paruh baya itu menghampiri cucu kesayangannya yang berada dikamarnya. Ketika melihat Bunga yang tersungkur ditempat tidur, nenek segera memeluknya dengan erat.
“nek, bunga ini monster nek... monster” ucap Bunga sambil menangis dan menutupi wajahnya.
“Bunga, Bunga... kamu bukan monster, kamu bidadari nenek yang paling cantik” jawab nenek menenangkan Bunga.
“bidadari? Adakah bidadari yang wajahnya seperti aku nek? Aku gadis buruk rupa nek!” bantah Bunga.
“Bunga dengar! Cantik atau tidaknya seseorang tidak hanya dilihat dari wajahnya tapi hatinya... percuma bila ia secantik bidadari tapi hatinya sejahat iblis” perjelas nenek.
“tapi nek...”
“sudah cukup, yang penting kamu tetap bidadari nenek. Nenek yakin ibu dan ayahmu pun sependapat dengan nenek. Kami akan selalu menyayangimu, Bunga”
Mendengar perkataan nenek membuatnya sedikit tenang dibandingkan sebelumnya. Pasca kejadian 1 tahun yang lalu itu membuat wajah dan tubuh mungil Bunga menjadi terbakar, kondisinya sekarang ini tidak lagi secantik dulu.

Tekad nenek untuk mengajak Bunga keluar dari rumah kini sampai pada puncaknya. Dengan sedikit paksaan nenek mengajak cucunya itu melihat kehidupan luar yang lebih indah.
“tidak nek, Bunga tidak mau” tolak Bunga
“kamu harus tahu seperti apa keadaan diluar, sayang. Disana tidak seburuk yang kau fikirkan, makanya sekarang kita keluar. Nenek akan terus bersamamu, Bunga” ajak nenek dengan sedikit memaksa.
Dengan rasa takut yang tinggi Bunga menuruti kemauan neneknya. Ketika pintu menuju luar rumah terbuka, rasa takut menghinggapinya. Seketika kejadian-kejadian masa lalunya melintas kembali dibenaknya yang membuat langkahnya terhanti. Nenek terus menyakinkan Bunga dengan menggenggam erat tangan cucunya. Perlahan namun pasti nenek membawa Bunga meninggalkan tempat yang setahun ini ia jadikannya sebagai tempat teraman. Ketika keluar pintu gerbang, banyak tetangga dan masyarakat sekitar yang lalu lalang didepan rumah. Kemunculan Bunga bersama nenek tentu saja mengundang perhatian orang yang lewat.
“eh bu Ida, sama siapa bu?” sapa tetangga yang lewat.
“iya bu, ini cucu saya, Bunga. Habis dari mana bu?” jawab nenek bangga.
“Bunga? Bunga cucu ibu yang itu... ?” tanya ibu itu lagi.
“iya bu...”jawab nenek senyum.
“ya ampun, sudah besar ya Bunga. Kenapa jarang banget keliatan Bunga?” tanyanya pada Bunga. Namun Bunga tidak menjawab pertanyaan tersebut, ia hanya tertunduk mendengarnya.
“maaf ya bu, sekarang Bunga emang begini” ucap nenek.
“iya bu saya ngerti...” jawabnya.
Melihat respon orang-orang sekitar tentang dirinya membuat Bunga sedikit mengurangi ketakutannya selama ini. Walaupun ada beberapa orang yang melihat dirinya seperti seseorang yang menyeramkan tapi nenek terus-menerus meyakinkan Bunga untuk terus bersosialisasi dengan dunia luar.

Usaha nenek untuk menghilangkan paranoid Bunga membuahkan hasil. Kini Bunga yang sudah mulai berani keluar dari lingkaran hidupnya, memberikan kebahagiaan tersendiri untuk nenek. Bunga yang kini sudah mulai terbiasa melihat wajahnya di cermin juga menimbulkan kebahagiaan untuk nenek. Cucu kesayangannya sudah mulai bisa menerima takdirnya sekarang ini.
“nek, mau kemana?” tanya Bunga ketika melihat neneknya yang sedang bersiap-siap.
“mau menjenguk ayahmu, sayang” jawab nenek santai.
“ke penjara?” tanyanya lagi.
“iyalah, Bunga. Kamu mau ikut?” balik tanya nenek pada Bunga.
Mendengar ajakan nenek, seketika Bunga terdiam.
“kenapa, Bunga?” tanya nenek bingung melihat cucunya terdiam.
Bunga masih saja terdiam mendengar pertanyaan nenek.
“yasudah kalau tidak mau ikut, padahal ayahmu selalu menanyakan tentangmu. Nenek pergi dulu ya, sayang” pamit nenek.
“nenek tunggu!” panggil Bunga. Spontan nenek menghentikan langkahnya.
“iya, sayang?” jawab nenek.
“aku ikut, nek...” ucap Bunga ragu-ragu.
Akhirnya Bunga memutuskan untuk ikut bersama nenek menjenguk ayahnya yang ada dipenjara. Selama perjalan menuju kesana, Bunga merasa gelisah. Ia tidak bisa membayangkan ketika nanti ia melihat sosok ayah yang sudah lama tidak ia temui. Dan sampailah mereka ditempat yang mereka tuju. Detik-detik pertemuan Bunga dengan sang ayah begitu membuat jantungnya berdebar dengan cepat. Sampai pada waktunya ia melihat seorang pria dengan penampilan kumuh seperti tak terawat dan itu adalah ayah Bunga. Melihat kondisi ayahnya yang sekarang membuat perasaan Bunga menjadi haru. Seorang laki-laki yang ia anggap telah menghancurkan kebahagiaannya sekarang berada tepat didepannya.
“Bunga? Anakku...” kaget ayah ketika melihat sosok yang selama ini ia rindukan.
Melihat respon ayahnya, Bunga tidak dapat menahan lagi rasa rindunya yang sudah lama ia rasakan. Ia memeluk erat ayahnya yang sudah ia anggap sebagai penyebab hancurnya keluarganya.
“Bunga, ayah sangat merindukanmu, nak” ucap ayah sambil menangis.
Bunga tak dapat berkata apa-apa, ia hanya merasakan kebahagiaan yang selama ini ia inginkan. Suasana haru pun meyelimuti pertemuan antara ayah dan anak itu. Nenek yang melihatnya ikut meneteskan air mata bahagia melihat cucunya sudah bisa memaafkan ayahnya.

Sejak saat itu Bunga berniat dan berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan semua peristiwa masa lalunya. Membuka lembaran baru dan kembali menata kehidupannya bersama neneknya. Sekarang pun Bunga sudah terbiasa dengan kekurangan yang dimilikinya.

Kejadian yang sudah berlalu memang tidak pantas untuk dijadikan patokan dalam hidup, kita harus bisa menerima segala sesuatunya dengan besar hati. Mencoba memperbaikinya jauh lebih mulia dibandingkan dengan terus-menerus menyesalinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar