Jumat, 20 Januari 2012

Persimpangan Anggrek Melati

Sebuah cahaya putih menuntunku kesebuah tempat yang sudah tidak asing lagi bagiku. Persimpangan jalan Anggrek dan Melati. Semakin ku ikuti, cahaya itu semakin cepat menjauhiku. Ku berjalan hingga berlari, dan ku terhenti ketika cahaya itu menghilang. Kumencari kemana arah cahaya itu pergi. Sampai aku sadari bahwa aku hanya sendiri, dengan baju gamis panjang selutut, tanpa memakai alas kaki. Ku terus menoleh kanan dan kiri berharap aku melihat cahaya yang dapat menarikku seperti sebuah magnet.

Letih kakiku setelah berjalan mengelilingi komplek perumahanku yang luasnya 3 kali luas lapangan sepak bola. Setiapku melangkahkan kaki, suasana sunyi dan dingin selalu mengikuti kemana pun aku melangkah. Seperti Voldemort pada film Harry Potter yang sering kulihat. Sampai akhirnya aku merasa sangat lelah, dan beristirahatlah ku di pos satpam yang terletak diujung jalan. Cuaca yang mendung diiringi dengan angin sepoi-sepoi membuat badan yang sedari tadi merasakan lelah, sekarang seperti terbang melayang. Semakin jauh aku terbang, semakin nyaman rasanya. Tinggi, semakin tinggi, dan paling tinggi sampai akhirnya aku terjatuh dan... aku terbangun, terbangun dari tidurku.


Ketika ku membuka mata, aku seperti orang linglung. Ku perhatikan keadaan sekitarku. Lemari, meja belajar, kaca, dan benda-benda lainnya. Lalu aku bergegas menghampiri jendela kamar dan melihat keadaan diluar. Ternyata suasananya seperti biasa, orang-orang lalu lalang menjalankan aktivitas di hari Minggunya. Melihat hal seperti itu, aku kembali ke tempat tidurku dan memikirkan mimpi itu. Mimpi yang kurasakan seperti nyata dan benar-benar ku alami.
“itu hanya mimpi ?” tanyaku dalam hati
Aku kembali mengingat-ingat mimpiku yang kurasakan seperti nyata. Suasana dan keadaannya pada saat itu sangat membuatku tidak percaya bahwa itu hanyalah sebuah mimpi, mimpi yang aneh.
“ani... ani... bangun, udah siang” panggilan mama membuyarkan lamunanku. Aku segera melihat jam dan ternyata waktu sudah menunjukkan jam setengah 8. Dengan santai aku keluar dari kamar menuju ruang keluarga lalu duduk di sofa yang sudah tidak ‘membal’ itu sambil menonton Doraemon, film kartun yang biasa ditayangkan pada Minggu pagi.
“udah bangunnya siang bukannya langsung bantuin mama beresin rumah, malah nonton TV” celetuk mama dengan nada ketusnya. Tanpa menunggu ocehan mama yang semakin panjang aku segera bangkit dan mencari kesibukan dirumah.

Seusai mengerjakan pekerjaan rumah, aku kembali ke kamarku. Merapihkan ruangan favoritku yang terlihat seperti kapal pecah. Buku berserakan dimana-mana, sprei yang sudah tidak lagi terpasang di tempat tidur dan seragam sekolahku yang tergeletak sembarangan. Sebelum memulai penataan ulang kamar, aku mengecek handphone ku yang sedari tadi belum ku sentuh.
1 new message
From : Kirana
Ni, hari ini jadi kan nemenin gue beli kado buat nyokap gue ?
Gue tunggu di persimpangan Anggrek Melati ya jam 11, GAK PAKE NGARET!!

“oh God! Kirana... gue lupa !!”
Begitu aku melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul 10.20. Kaget, panik tiba-tiba menerjang pikiranku. Niat yang sebelumnya menjadikan kamarku surga yang nyaman bubar seketika seperti warga pedalaman desa yang sedang nonton Layar tancep lalu tiba-tiba datang hujan. Aku berlari segera memasuki kamar mandi.

Tidak seperti biasanya, sebelum pergi kemana pun aku selalu ribet memilih baju yang kiranya cocok dan pas dengan moodku, tapi tidak untuk kali ini. Wajahku yang biasanya dipolesi dengan beberapa make up, sekarang hanya bedak dan lipgloss.
“mau kemana kamu?” tanya mama begitu melihatku keluar dari kamar
“mau nganterin Kirana beli kado” jawabku sambil mengikatkan tali sepatu
“hem... giliran temennya minta tolong cepet, coba kalo mama yang minta tolong” ucap mama jutek
“selesai. Ma, aku pergi dulu” pamitku
Kupercepat langkahku menuju tempat yang sudah kami sepakati. Sesampainya disana ternyata Kirana belum datang. 5 menit... 8 menit... 10 menit... Kirana belum juga datang. Aku berdiri di bawah tiang penunjuk jalan Anggrek Melati. Aku melihat ke sekitar dan tiba-tiba suasana mendung mengingatkanku kembali pada mimpi itu. Suasana yang sama, cuaca yang mendung diiringi dengan angin sepoi-sepoi. Sepintas cahaya putih itu lewat terbesat didepanku. Ketika aku mencari kemana perginya cahaya itu seseorang menepuk pundakku, dan ternyata itu Kirana.
“Maaf telat, tadi abis nganterin ade gue les dulu”
“huuuuh... lo sendiri yang bilang GA PAKE NGARET tapi dia sendiri yang ngaret. Wuuuuuu... “
“maaf, maaf... hehe”
“yaudah berangkat sekarang yu, ntar keburu ujan”

Kirana mengajakku kesebuah pusat perbelanjaan yang berada tidak jauh dari pusat kota. Berbagai macam toko kami singgahi untuk mencari barang yang pas untuk kado sang mama.
“Kir, hampir semua toko yang ada disini udah kita masukin tapi sampe sekarang lo belum juga dapet barang yang lo mau” keluhku kelelahan.
“Hehe... gue belum nemu yang pas ni buat nyokap gue”
“Kalo ga ada yang pas?”
“Ya kita cari di mall lain”
Mendengar ucapan temannya itu Ani hanya bisa mengelus dada dan memaklumi sifat temannya yang ‘SHOPPAHOLIC’ itu. Ketika ingin keluar mall tiba-tiba Kirana berhenti pada suatu toko yang menjual aneka keramik dan pajangan.
“Ini dia yang gue cari!!” tunjuk Kirana pada suatu guci yang berbentuk seperti biola Spanyol.

Benda berukuran botol minum yang mempunyai bentuk sangat artistik berwarna dasar putih dengan goresan garis emas membentuk gambar sepasang angsa dengan background suasana disekitar sungai, sangat menarik perhatian temanku itu. Ketika Kirana menanyakan harganya aku hanya bisa terdiam medengarnya.
“oke mba, saya ambil yang ini. Tolong dibungkus kado ya mba”
Dengan cekatan penjaga toko tersebut membungkus barang tersebut menjadi sangat unik dan menarik. Melihat hasil karya sang penjaga toko, wajah Kirana menjadi lebih sumringah dan sangat senang. Setelah selesai dan membayarnya kami pun segera pergi meninggalkan toko.

Saatnya kembali ke rumah masing-masing, rumah Kirana yang berada di jalan Melati mengharuskan kami melewati persimpangan yang kini menjadi sesuatu yang misterius bagiku. Seusai berpamitan aku bergegas malangkahkan kakiku menjauhi tempat itu. Selama perjalanan aku merasakan seperti ada seseorang yang mengikuti langkahku. Semakin cepat, lebih cepat, dan sangat cepat, hingga akhirnya aku berlari dan sampailah didepan rumahku. Napas yang terengah-engah memunculkan keanehan pada mama ketika ku memasuki rumah.
“kenapa engap-engapan gitu? Dikejar anjing pak Bagyo lagi?” tanya mama
“ga ko ma, tadi udah mau ujan jadi daripada keujanan mendingan aku lari” jawabku kebingungan menanggapi pertanyaan mama.
Mendengar jawabanku itu menambah keanehan dipikiran mama, terlihat dari ekspresi raut wajahnyaitu. Tanpa menunggu mama berkata A sampai Z, aku langsung memasuki kerajaanku. Aku membantingkan badanku diatas surga duniaku, dan tiba-tiba saatku memejamkan mata mimpi itu kembali terlintas dibayanganku.
“aaaaaaahh... kenapa nongol lagi sih tuh mimpi! Pergi jauh-jauh deh dari gue!!!” teriakku.

Alunan lagu Hands up-nya 2 PM, boyband asal Korea ini membawaku kesuasana yang lebih nyaman dan bersemangat dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya yang terus menerus dibayangi oleh mimpi tentang persimpangan Anggrek Melati itu. Sejak 2 hari yang lalu mimpi itu tidak datang lagi padaku, entah apa yang bisa menghilangkan mimpi itu dari pikiran dan juga bayangan tentang dunia malamku. Meskipun demikian mimpi yang membuatku paranoid itu masih membuatku sangat penasaran.
Apa makna dari mimpi-mimpi itu? Gue yakin ini bukan cuma kesengajaan belaka, buktinya mimpi itu muncul 3 kali berturut-turut. Sebenarnya ada apa?
Ingin rasanya mencari tahu makna dari mimpiku itu, tapi selalu saja terlintas dipikiranku kalau itu hanya akan membuang-buang waktuku saja.
“That’s just a dream, Ani. Everything it’s okay!” ucapku meyakinkan diri.

Aku kembali berada di persimpangan Anggrek Melati. Kali ini cahaya putih itu lalu lalang dihadapanku dengan sangat cepat sehingga membuatku kebingungan melihat pergerakannya yang seperti kilat. Aku memegangi kepalaku yang rasanya sangat pusing dan berat akibat melihat cahaya itu. Setelah kuperhatikan ternyata tidak hanya sebuah cahaya saja tapi ada banyak cahaya putih dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan sebelumnya. Sekumpulan cahaya itu terbang melintasiku seperti sekumpulan lebah yang sedang marah, sampai akhirnya mereka pergi menuju jalan Melati. Ketika aku ingin mengejarnya, aku terperosok kesebuah lubang yang sangat dalam. Aku berusaha keluar dari lubang yang memiliki kedalaman yang cukup dalam bagiku itu. Segala usaha untuk keluar dari lubang itu sudah aku lakukan tapi hasilnya nihil. Rasa lelah sudah menyelimutiku, putus asa mulai kurasakan untuk keluar dari perangkap alam ini dan akhirnya aku hanya bisa tertunduk dan menangis menunggu keajaiban untuk keluar dari lubang ini. Saat aku meneggakkan kepala dan membuka mata ternyata akku berada dikamarku. Ternyata itu hanya mimpi, mimpi yang untuk kesekian kalinya mendatangiku. Kali ini mimpi itu terasa lebih seram dan menakutkan dibandungkan dengan yang sebelumya. Keringat mengucur deras dari seluruh tubuhku, sepertinya efek dari mimpi itu benar-benar dahsyat dan sangat terasa.

Dipagi buta aku terbangun mendengar suara rusuh orang-orang yang berada diluar rumah. Penasaran dengan yang terjadi diluar aku membuka jendela kamarku. Sekejap aku kaget melihat warga bergotong royong mengambil air yang ada dan membawanya keujung persimpangan Anggrek Melati. Aku bergegas keluar rumah dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Pikiranku kalut seketika saat melihat sumber yang membuat warga komplek menjadi sibuk dan panik. Jalan Melati kini terbalut dengan merahnya api yang sangat besar. Si jago merah itu mengamuk memakan semua rumah yang berada disana. Lalu aku langsung teringat dengan Kirana dan keluarganya yang tinggal di jalan itu.
“Ani, mau kemana kamu? Jangan kesana nak, berbahaya!!!” teriakkan bapak samar-samar terdengar olehku tapi aku tak memperdulikkannya.
Aku berlari kencang menuju jalan Melati dengan maksud mencari tahu keberadaan sahabatku dan keluarganya. Sesampainya aku di persimpangan Anggrek Melati, seseorang menahanku agar tidak meneruskan langkahku menuju jalan Melati.
“jangan kesitu nak, sangat berbahaya disana”
“tapi disana ada sahabat saya dan keluarganya. Saya hanya ingin memastikan mereka tidak apa-apa”
“percuma nak, semua warga yang tinggal di jalan Melati tidak ada yang tertolong”
Mendengar ucapan lelaki paruh baya itu, tubuhku lemas seketika. Aku terpuruk jatuh ketanah dan tidak sadarkan diri.

Kejadian di jalan Melati bermula dari konsleting arus pendek tiang listrik yang berada disana, sekejap semua rumah yang berada dijalan Melati terlalap si jago merah. Tidak ada yang sempat menyelamatkan diri dikarenakan kejadian itu terjadi diwaktu malam, waktu semua orang terlelap dalam tidurnya, begitupun dengan sahabatku, Kirana dan keluarganya. Sekarang aku tidak perlu memikirkan lagi apa makna dari mimpi-mimpi yang aku alami, karena semuanya sudah terjawab dengan jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar